Wawasan11 views

Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Sistem Pelaporannya: Fondasi Kesehatan Tenaga Kerja

Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah risiko nyata yang mengintai di setiap lingkungan kerja. Namun, ia bukanlah takdir yang harus diterima. PAK dapat dicegah, dideteksi dini, dan dikelola dengan baik melalui pendekatan Hiperkes yang sistematis. Kunci utamanya terletak pada pengetahuan dan kesadaran. Perusahaan yang berinvestasi dalam pelatihan Hiperkes bagi para manajer, supervisor, dan anggota P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja) sedang berinvestasi pada aset mereka yang paling berharga: manusia. Dengan pemahaman yang mendalam tentang jenis-jenis bahaya, metode pengendalian risiko, dan alur pelaporan yang benar, kita dapat mengubah tempat kerja dari sumber penyakit menjadi sumber kesejahteraan. Jangan menunggu hingga ada korban. Jadilah agen perubahan di lingkungan kerja Anda. Kenali risikonya, laporkan setiap kasusnya, dan ciptakan budaya kerja di mana keselamatan dan kesehatan adalah prioritas utama.

P
Admin
21 November 2025
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Sistem Pelaporannya: Fondasi Kesehatan Tenaga Kerja

Di tengah hiruk pikuk dunia industri dan perkantoran, fokus seringkali tertuju pada produktivitas, target, dan inovasi. Namun, ada satu aspek fundamental yang menjadi penopang utama keberlangsungan semua itu: kesehatan dan keselamatan tenaga kerja. Salah satu ancaman terbesar dalam aspek ini bukanlah kecelakaan kerja yang terlihat dramatis, melainkan musuh senyap yang bernama Penyakit Akibat Kerja (PAK).

Bagi para profesional yang mendalami Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes), memahami PAK dan sistem pelaporannya bukan sekadar kewajiban administratif, melainkan sebuah pilar strategis untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat, dan berkelanjutan. Artikel ini akan mengupas tuntas seluk-beluk Penyakit Akibat Kerja, mulai dari definisi, jenis-jenis, hingga alur pelaporan yang sistematis dan wajib dipatuhi.

Membedah Konsep: Apa Sebenarnya Penyakit Akibat Kerja (PAK)?

Banyak yang masih menyamakan Penyakit Akibat Kerja dengan kecelakaan kerja atau penyakit umum yang kebetulan diderita oleh seorang pekerja. Ini adalah kekeliruan mendasar.

Menurut Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2019, Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan/atau lingkungan kerja. Kunci utama dari definisi ini adalah adanya hubungan kausal (sebab-akibat) yang jelas dan dapat dibuktikan secara ilmiah antara paparan di tempat kerja dengan penyakit yang diderita pekerja.

Untuk memahaminya lebih dalam, mari kita bedakan dengan konsep lain:

  • Kecelakaan Akibat Kerja (KAK): Terjadi secara tiba-tiba, tidak terduga, dan biasanya menyebabkan cedera fisik langsung. Contoh: terjatuh dari ketinggian, terpotong mesin, atau tersengat listrik.
  • Penyakit yang Berhubungan dengan Pekerjaan (Work-Related Disease): Ini adalah penyakit umum (penyakit yang bisa diderita siapa saja) namun kondisinya diperburuk atau dipercepat oleh faktor pekerjaan. Contoh: seorang pekerja dengan riwayat asma bawaan mengalami serangan yang lebih sering karena bekerja di lingkungan berdebu. Asma itu sendiri bukan PAK, tetapi pekerjaannya memperparah kondisi yang sudah ada.
  • Penyakit Akibat Kerja (PAK): Penyakit ini tidak akan muncul atau sangat kecil kemungkinannya untuk muncul jika pekerja tidak terpapar oleh faktor risiko spesifik di tempat kerjanya. Contoh: Penyakit silikosis yang hanya terjadi pada pekerja yang menghirup debu silika dalam jangka waktu lama, seperti penambang atau pekerja konstruksi.

Hubungan sebab-akibat ini seringkali tidak langsung terlihat. Banyak PAK memiliki masa laten yang panjang, artinya penyakit baru muncul setelah bertahun-tahun terpapar. Inilah yang membuatnya menjadi ancaman yang seringkali terabaikan.

Mengenali Musuh: Kategori dan Jenis-Jenis Penyakit Akibat Kerja

Faktor risiko atau bahaya (hazard) di lingkungan kerja sangat beragam. Secara umum, penyebab PAK dapat diklasifikasikan ke dalam lima golongan utama:

1. Golongan Fisik

Paparan ini berkaitan dengan energi. Paparan berlebih atau kronis dapat menyebabkan kerusakan pada fungsi tubuh.

  • Kebisingan: Paparan bising intensitas tinggi secara terus-menerus dapat menyebabkan Gangguan Pendengaran Akibat Bising (GPAB) atau Noise-Induced Hearing Loss (NIHL). Ini adalah salah satu PAK yang paling umum dan bersifat permanen.
  • Getaran: Penggunaan alat yang bergetar (seperti bor atau gerinda) dalam waktu lama dapat menyebabkan gangguan pada tangan dan lengan yang dikenal sebagai Hand-Arm Vibration Syndrome (HAVS), yang merusak saraf dan sirkulasi darah.
  • Suhu Ekstrem: Bekerja di lingkungan yang terlalu panas (misalnya, di dekat tanur peleburan) dapat menyebabkan heat stroke atau kelelahan panas. Sebaliknya, suhu dingin ekstrem bisa memicu frostbite atau hipotermia.
  • Radiasi: Paparan radiasi pengion (seperti sinar-X atau gamma) dapat menyebabkan kanker dan kerusakan sel. Sementara radiasi non-pengion (seperti ultraviolet dari pengelasan) dapat merusak mata dan kulit.

2. Golongan Kimia

Ini adalah penyebab PAK yang paling beragam, berasal dari bahan kimia dalam bentuk padat, cair, maupun gas.

  • Debu Mineral: Menghirup debu silika, asbes, atau batu bara dapat menyebabkan penyakit paru-paru yang tidak dapat disembuhkan seperti Silikosis, Asbestosis, dan Pneumokoniosis.
  • Pelarut Organik: Paparan uap dari bahan seperti benzena, toluena, atau xilena (yang umum di industri cat, lem, dan pembersih) dapat merusak sistem saraf pusat, hati, dan ginjal.
  • Logam Berat: Keracunan akibat paparan timbal (Pb), merkuri (Hg), atau kadmium (Cd) dapat menyebabkan kerusakan neurologis parah dan gangguan fungsi organ.
  • Gas Beracun: Paparan gas seperti karbon monoksida (CO), hidrogen sulfida (H2S), atau amonia dapat menyebabkan keracunan akut hingga kematian.

3. Golongan Biologi

Bahaya ini berasal dari makhluk hidup, terutama mikroorganisme, yang sering ditemui oleh pekerja di sektor kesehatan, pertanian, atau laboratorium.

  • Bakteri: Petugas kesehatan berisiko tertular Tuberkulosis (TBC) dari pasien. Pekerja peternakan bisa terinfeksi bakteri Brucella.
  • Virus: Risiko penularan Hepatitis B, Hepatitis C, dan HIV sangat nyata bagi tenaga medis melalui kontak dengan darah atau cairan tubuh pasien.
  • Jamur: Pekerja pertanian atau perkebunan yang sering kontak dengan tanah atau tanaman busuk berisiko terkena infeksi jamur pada kulit atau paru-paru.

4. Golongan Fisiologis (Ergonomi)

PAK jenis ini disebabkan oleh ketidaksesuaian antara desain pekerjaan atau peralatan dengan kapabilitas fisik pekerja.

  • Gerakan Berulang: Gerakan yang sama dan berulang selama berjam-jam, seperti mengetik atau bekerja di lini perakitan, dapat menyebabkan Carpal Tunnel Syndrome (CTS) atau Tendonitis.
  • Postur Janggal: Bekerja dengan posisi tubuh yang tidak alami atau membungkuk dalam waktu lama dapat menyebabkan Nyeri Punggung Bawah (Low Back Pain) kronis.
  • Pengangkatan Manual: Mengangkat beban berat dengan cara yang salah adalah penyebab utama cedera otot dan tulang belakang.

5. Golongan Psikososial

Ini adalah kategori PAK yang semakin diakui. Bahaya ini timbul dari interaksi sosial dan organisasi kerja yang buruk.

  • Stres Kerja: Tekanan target yang tidak realistis, beban kerja berlebih, jam kerja panjang, dan kurangnya dukungan dapat memicu stres kronis.
  • Kelelahan Emosional (Burnout): Kehilangan motivasi dan energi akibat tuntutan pekerjaan yang menguras emosi secara terus-menerus.
  • Kecemasan dan Depresi: Lingkungan kerja yang toksik, perundungan (bullying), atau pelecehan dapat menjadi pemicu langsung gangguan kesehatan mental yang serius.

Mengapa Sistem Pelaporan PAK Begitu Krusial?

Banyak perusahaan mungkin menganggap pelaporan PAK sebagai beban birokrasi. Padahal, sistem pelaporan yang efektif adalah instrumen vital untuk perlindungan dan perbaikan. Manfaatnya dirasakan oleh semua pihak:

  • Bagi Pekerja: Pelaporan adalah pintu untuk mendapatkan haknya, yaitu jaminan kompensasi dari program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) BPJS Ketenagakerjaan. Ini mencakup biaya perawatan medis tanpa batas, santunan, dan rehabilitasi. Tanpa laporan resmi, pekerja harus menanggung semua biaya sendiri.
  • Bagi Perusahaan: Data laporan PAK adalah peta risiko yang sangat berharga. Dengan data ini, manajemen dapat mengidentifikasi area kerja atau proses mana yang paling berbahaya. Ini memungkinkan perusahaan untuk merancang program pencegahan yang tepat sasaran, seperti perbaikan teknis, substitusi bahan berbahaya, atau penyediaan Alat Pelindung Diri (APD) yang lebih baik. Pada akhirnya, ini akan mengurangi angka kesakitan, meningkatkan produktivitas, dan menghindarkan perusahaan dari potensi tuntutan hukum.
  • Bagi Negara: Data agregat nasional tentang PAK membantu pemerintah merumuskan kebijakan K3 yang lebih efektif, mengalokasikan sumber daya kesehatan, dan menetapkan standar industri yang lebih aman untuk melindungi seluruh angkatan kerja.

Singkatnya, tidak melaporkan PAK sama dengan membiarkan bahaya terus ada dan mengabaikan hak pekerja.

Alur Pelaporan Penyakit Akibat Kerja: Panduan Langkah Demi Langkah

Proses pelaporan PAK harus dilakukan secara sistematis untuk memastikan diagnosis yang akurat dan pemenuhan hak yang tepat waktu. Alur ini melibatkan pekerja, dokter perusahaan, manajemen, dan instansi pemerintah.

Tahap 1: Dugaan Awal dan Pemeriksaan Medis

Proses dimulai ketika ada dugaan bahwa suatu penyakit disebabkan oleh pekerjaan. Dugaan ini bisa datang dari pekerja itu sendiri yang merasakan gejala, dokter perusahaan saat melakukan Medical Check-Up (MCU), atau atasan yang mengamati kondisi pekerjanya. Pekerja kemudian harus menjalani pemeriksaan medis awal oleh dokter perusahaan atau dokter yang ditunjuk.

Tahap 2: Penegakan Diagnosis Okupasi

Ini adalah tahap paling kritis. Dokter pemeriksa tidak bisa serta-merta menyatakan suatu penyakit sebagai PAK. Mereka harus mengikuti metodologi ilmiah yang dikenal sebagai "7 Langkah Diagnosis Okupasi":

  1. Menegakkan Diagnosis Klinis: Memastikan penyakitnya secara medis (misalnya, 'asma bronkial').
  2. Menentukan Pajanan di Tempat Kerja: Mengidentifikasi semua faktor risiko (fisik, kimia, dll.) yang dialami pekerja.
  3. Menentukan Hubungan antara Pajanan dan Penyakit: Mencari bukti ilmiah (dari jurnal, penelitian) yang menghubungkan pajanan spesifik dengan penyakit tersebut.
  4. Menentukan Besarnya Pajanan: Memastikan apakah durasi dan intensitas pajanan cukup untuk menyebabkan penyakit.
  5. Menentukan Peran Faktor Individu: Mempertimbangkan apakah ada faktor lain pada diri pekerja (misalnya, genetik, gaya hidup) yang berpengaruh.
  6. Menentukan Faktor Lain di Luar Pekerjaan: Menyingkirkan kemungkinan bahwa penyakit tersebut disebabkan oleh hobi atau paparan di luar lingkungan kerja.
  7. Menentukan Diagnosis Okupasi: Setelah melalui 6 langkah sebelumnya, dokter membuat kesimpulan akhir apakah penyakit tersebut adalah Penyakit Akibat Kerja.

Tahap 3: Pelaporan Internal dan Eksternal

Setelah diagnosis PAK ditegakkan oleh dokter, perusahaan wajib melaporkannya.

  • Pelaporan ke BPJS Ketenagakerjaan: Perusahaan mengisi formulir khusus (Form 3b KK/PAK) dan melampirkan surat keterangan dokter (Form 3c KK/PAK). Laporan ini harus dilakukan tidak lebih dari 2x24 jam sejak diagnosis ditegakkan. Pelaporan ini bertujuan untuk proses klaim jaminan bagi pekerja.
  • Pelaporan ke Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker): Perusahaan juga wajib melaporkan setiap kasus PAK kepada Disnaker setempat. Laporan ini berfungsi sebagai data bagi pemerintah untuk pengawasan dan pembuatan kebijakan.

Tahap 4: Kompensasi, Perawatan, dan Tindak Lanjut

Setelah laporan diverifikasi oleh BPJS Ketenagakerjaan, pekerja berhak mendapatkan:

  • Perawatan dan pengobatan hingga sembuh total sesuai kebutuhan medis.
  • Santunan Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB) jika memerlukan istirahat.
  • Santunan cacat jika terjadi penurunan fungsi organ secara permanen.

Di sisi lain, perusahaan harus melakukan tindak lanjut berupa tindakan korektif dan preventif di tempat kerja berdasarkan temuan kasus tersebut untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali.